BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Objek utama yang
dibahas dalam ushul fiqh adalah al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah. Untuk memahami
teks-teks dua sumber yang berbahasa Arab tersebut, para ulama telah menyusun
semacam “semantik” yang akan digunakan dalam praktik penalaran fikih. Bahasa
arab menyampaikan suatu pesan dengan berbagai cara dan dalam berbagai tingkat
kejelasannya. Untuk itu, para ahli telah membuat beberapa kategori lafal atau
redaksi, di antaranya yang mencakup masalah amr, nahi, dan takhyir, serta
pembahasan lafal dari segi umum dan khusus.
Dan Salah satu unsur
penting yang digunakan sebagai pendekatan dalam mengkaji Islam adalah Ilmu
Ushul Fiqh, yaitu ilmu yang mempelajari kaidah-kaidah yang dijadikan pedoman
dalam menetapkan hukum-hukum syari’at yang bersifat amaliyah yang diperoleh
melalui dalil-dalil yang rinci. Melalui kaidah-kaidah Ushul Fiqh akan diketahui
nash-nash syara’ dan hukum-hukum yang ditunjukkannya. Diantara kaidah-kaidah
Ushul Fiqh yang penting diketahui adalah Istinbath dari segi kebahasaan, salah
satunya adalah lafadz ‘am. Untuk lebih jelasnya maka makalah ini akan membahas
lafadz ‘am dan lafadh khas secara lebih mendalam. Yang mana didalamnya akan
membahas tentang pengertian lafadz ‘am.
B.
Rumusan Masalah
Dari latar belakang
masalah diatas kami mendapati rumusan masalah yang akan kita bahas sebagai
berikut :
1. Apa
pengertian ‘am ?
2. Bagaimana
pembagian ‘am ?
3. Bagaimana dalalah ‘am ?
4. Macam-macam
lafadz ‘am ?
C.
Tujuan Penulisan
1. Untuk
mengetahui pengertian ‘am.
2. Untuk
mengetahui pembagian ‘am.
3. Untuk
mengetahui dalalah ‘am.
4.
Untuk mengetahui macam-macam
lafadz ‘am.
BAB II
PEMBAHASAN
- Pengertian
‘Am
‘Am menurut bahasa
artinya merata, yang umum dan menurut istilah adalah Lafadz yang memiliki
pengertian umum, terhadap semua yang termasuk dalam pengertian lafadz itu.
Dengan pengertian lain,
‘am adalah kata yang memberi pengertian umum, meliputi segala sesuatu yang
terkandung dalam kata itu dengan tidak terbatas.
Menurut istilah ‘am
yaitu suatu lafadz yang dipergunakan untuk menunjukkan suatu makna yang pantas
(boleh) dimasukkan pada makna itu dengan mengucapkan sekali ucapan saja,
sepertilafadz “arrijal” maka lafadz ini meliputi semua laki-laki.
Disamping pengertian
‘amdiatas ada beberapa pengertian ‘am menurut ulama’ lainnya antara lain:
a. Hanafiah
yaitu “Setiap lafadz yang mencakup banyak, baik secara lafazh maupun makna”.
b. Al-Ghazali
yaitu “Suatu lafadz yang dari suatu segi menunjukkan dua makna atau lebih”.
c. Al-Bazdawi
yaitu “Lafaz yang mencakup semua yang cocok untuk lafazh tersebut dalam satu
kata”.
d.
Uddah (dari kalangan
ulama' Hanbali)"suatu lafadz yang mengumumi dua hal atau lebih".
- Pembagian
‘Am
Umum Syumuliy, yaitu
semua lafadz yang dipergunakan dan dihukumkan serta berlaku bagi seluruh
pribadi, seperti:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ
Artinya:
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu
dari seorang diri”. (Terjemahanal-Qur’an Surat An-nisa’ ayat 1).
Dalam ayat ini seluruh
manusia di tuntut untuk bertaqwa (memelihara diri dari ‘azhab Allah) tanpa
kecuali.
Umum Badaliy, yaitu
suatu lafadz yang dipergunakan dan dihukumkan serta berlaku untuk sebagian
pribadi, seperti:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana
diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”. (Terjemahan
al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 183) .
Dalam ayat ini terdapat
kalimat umum tetapi umum di sini tidak dipergunakan untuk seluruh manusia,
melainkan hanya orang-orang yang percaya kepada Allah (beriman) saja.
- Dalalah
‘Am
Mazhab Hanafi
berpendapat bahwa dalalah al-'am merupakan dalalah qath'iyah sehingga takhshish
tidaklah terlalu penting. Sedangkan jumhur Syafi'iyah dan sebagian Hanafiyah
berpendapat dalalah al-'am bersifat zanni sehingga diperlukan takhshish. Untuk
itu, dapat diduga kuat, bahwa bagi kebanyakan Hanafiyah persoalan takhshish
tidak perlu dipakai sebagai ukuran menentukan qath'i-nya suatu nash.
Jumhur Ulama, di
antaranya Syafi'iyah, berpendapat bahwa lafadz ‘am itu dzanniy dalalahnya atas
semua satuan-satuan di dalamnya. Demikian pula, lafadz ‘am setelah ditakhshish,
sisa satuan-satuannya juga dzanniy dalalahnya, sehingga terkenallah di kalangan
jumhur ulama’ suatu kaidah ushuliyah yang berbunyi: "Setiap dalil yang
‘am harus ditakhshish".
Selain itu di kalangan
jumhur ulama’ didapat pula satu faedah yang lain yang berbunyi:
العمل بالعام قبل البحث عن المختص لا يجوز
Artinya:"mengerjakan
sesuatu berdasarkan dalil/lafadz ‘am sebelum diteliti ada tidaknya
pentakhsisnya tidak diperbolehkan.”
Oleh karena itu, ketika
lafadz ‘am ditemukan, hendaklah berusaha dicarikan pentakhshishnya. Berbeda
dengan jumhur ulama', Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa lafadz ‘am itu qath'iy dalalahnya,
selagi tidak ada dalil lain yang mentakhshishnya atas satuan-satuannya. Karena
lafadz ‘am itu dimaksudkan oleh bahasa untuk menunjuk atas semua satuan yang
ada di dalamnya, tanpa kecuali. Sebagai contoh, Ulama Hanafiyah mengharamkan
memakan daging yang disembelih tanpa menyebut basmalah, karena adanya firman
Allah yang bersifat umum, yang berbunyi:
وَلَا تَأْكُلُوا مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ
Artinya:
"dan janganlah kamu memakan binatang yang tidak disebut nama Allah
ketika menyembelihnya". (Terjemahan al-Qur’an Surat Al-An`âm:121) Ayat tersebut, menurut
mereka tidak dapat ditakhshish oleh hadits Nabi yang berbunyi:
المسلم يذبح علي اسم الله سميّ أو لم يسم
Artinya:
"Orang Islam itu selalu menyembelih binatang atas nama Allah, baik ia
benar-benar menyebutnya atau tidak." (H.R. Abu Daud)
Alasannya adalah bahwa
ayat tersebut qath'iy, baik dari segi wurud (turun) maupun dalalah-nya,
sedangkan hadits Nabi itu hanya dzanniy wurudnya, sekalipun dzanniy dalalahnya.
Ulama Syafi'iyah membolehkan, alasannya bahwa ayat itu dapat ditakhshish dengan
hadits tersebut. Karena dalalah kedua dalil itu sama-sama dzanniy. Lafadz ‘am
pada ayat itu dzanniy dalalahnya, sedang hadis dzanny pula wurudnya dari nabi
Muhammad SAW.
- Macam-Macam Lafadz ‘Am
1. Lafadz
‘am yang dikehendaki keumumannya karena ada dalil atau indikasi yang
menunjukkan tertutupnya kemungkinan ada takhshish (pengkhususan). Misalnya:
وَمَا
مِنْ
دَابَّةٍ
فِي
الْأَرْضِ
إِلَّا
عَلَى
اللَّهِ
رِزْقُهَا
وَيَعْلَمُ
مُسْتَقَرَّهَا
وَمُسْتَوْدَعَهَا
كُلٌّ
فِي
كِتَابٍ
مُبِينٍ
Artinya :
Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang
memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat
penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lohmahfuz).(
Hud:6).
Yang
dimaksud adalah seluruh jenis hewan melata, tanpa kecuali.
2. Lafadz
‘am tetapi yang dimaksud adalah makna khusus karena ada indikasi yang
menunjukkan makna seperti itu. Contohnya:
مَا
كَانَ
لِأَهْلِ
الْمَدِينَةِ
وَمَنْ
حَوْلَهُمْ
مِنَ
الْأَعْرَابِ
أَنْ
يَتَخَلَّفُوا
عَنْ
رَسُولِ
اللَّهِ
وَلَا
يَرْغَبُوا
بِأَنْفُسِهِمْ
عَنْ
نَفْسِهِ
Artinya : Tidaklah
sepatutnya bagi penduduk Madinah dan orang-orang Arab Badui yang berdiam di
sekitar mereka, tidak turut menyertai Rasulullah (pergi berperang)
dan tidak patut (pula) bagi mereka lebih mencintai diri mereka daripada
mencintai diri Rasul. (At-Taubah: 120).
Yang
dimaksud ayat tersebut bukan seluruh penduduk Mekah, tapi hanya orang-orang yang
mampu.
3. Lafadz
‘am yang terbebas dari indikasi yang dimaksud makna umumnya atau sebagian
cakupannya. Contoh:
وَالْمُطَلَّقَاتُ
يَتَرَبَّصْنَ
بِأَنْفُسِهِنَّ
ثَلَاثَةَ
قُرُوءٍ
Artinya :Wanita-wanita
yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru.(
Al-Baqarah: 228).
Lafadz ‘am dalam ayat
tersebut adalah al-muthallaqat (wanita-wanita yang ditalak), terbebas dari
indikasi yang menunjukkan bahwa yang dimaksud adalah makna umum atau sebagian
cakupannya. Adapun
Macam-Macam Lafadz ‘Am sebagai berikut .
كل ,جميع ,كا فة,
·
Contoh kullun:
كُلُّ نَفْسٍ
ذَائِقَةُ
الْمَوْتِ
Artinya:
“tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati”.
(Q.S Ali Imran ayat 185).
·
Contoh jami’un:
هُوَ الَّذِي
خَلَقَ
لَكُم
مَّا
فِي
الْأَرْضِ
جَمِيعًا
Artinya:
“dia-lah Allah, yang menjadikan kamu di permukaan bumi ini semua”
(Q.SAl-Baqarah ayat 29)
·
Contoh kaffah:
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ
إِلَّا
كَافَّةً
لِّلنَّاسِ
بَشِيرًا
وَنَذِيرًا
وَلَٰكِنَّ
أَكْثَرَ
النَّاسِ
لَا
يَعْلَمُونَ
Artinya:
“dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya
sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi
kebanyakan manusia tiada mengetahui”. (Q.SSaba’ ayat 28)
·
Contoh Ma’syara:
يا معشر الانس والجن الم يأتكم رسل منكم يقصون عليكم اياته وينذرونكم لقاء يومكم هذا
Artinya: “hai
sekalian Jin dan Manusia! Tidaklah sampai kepadamu utusan-utusan yang
menceritakan ayat-Ku kepadamu? serta menakuti kamu akan pertemuan hari ini
(Q.Sal-An’am ayat 12)
من, ما, pada
majaz .
·
Contoh man:
مَن يَعْمَلْ سُوءًا يُجْزَ بِهِ
Artinya: ‘’Barangsiapa
yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu’’
(Q.SAn-Nisa’ ayat 123).
·
Contoh maa:
وَمَا تُنفِقُوا مِنْ خَيْرٍ يُوَفَّ إِلَيْكُمْ وَأَنتُمْ لَا تُظْلَمُونَ
Artinya: “dan apa
saja harta yang baik yang kamu nafkahkan, niscaya kamu akan diberi pahalanya
dengan cukup sedang kamu sedikitpun tidak akan dianiaya (dirugikan)”.
(Q.SAl-Baqarah ayat 272).
من, ما, اين, dan متى untuk istifham
(pertanyaan)
·
Contoh man:
مَّن ذَا الَّذِي يُقْرِضُ اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا
Artinya: “Siapakah
yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik”. (Q.SAl-Baqarah
ayat 245)
·
Contoh maa:
مَا سَلَكَكُمْ فِي سَقَرَ
Artinya: "Apakah yang memasukkan
kamu ke dalam Saqar (neraka)?" (Q.SAl-Mudatsir
ayat 42)
·
Contoh aina:
اين تسكن
Artinya: “dimana
kamu tinggal”
·
Contoh mata:
متى نصرالله
Artinya: “Kapan akan
datang pertolongan Allah”
|
·
Contoh ayyu:
عن عائشة قال ص م ايماامراة نكحت بغيراذن وليها فنكاحها باطل.
Artinya: “siapa saja di antara
perempuan yang kawin tanpa seijin walinya, maka perkawinannya batal (tidak
sah)” (H.R. Arba’ah).
وَاتَّقُوا يَوْمًا لَّا تَجْزِي نَفْسٌ عَن نَّفْسٍ شَيْئًا وَلَا يُقْبَلُ مِنْهَا عَدْلٌ وَلَا تَنفَعُهَا شَفَاعَةٌ وَلَا هُمْ يُنصَرُونَ
Artinya: “dan takutlah kamu kepada
suatu hari di waktu seseorang tidak dapat menggantikan seseorang lain
sedikitpun dan tidak akan diterima suatu tebusan daripadanya dan tidak akan
memberi manfaat sesuatu syafa'at kepadanya dan tidak (pula) mereka akan
ditolong.”( Q.SAl-Baqarah ayat 123).
اسم موصول
Contoh:
وَالَّذِينَ يَرْمُونَ الْمُحْصَنَاتِ ثُمَّ لَمْ يَأْتُوا بِأَرْبَعَةِ شُهَدَاءَ فَاجْلِدُوهُمْ ثَمَانِينَ جَلْدَةً وَلَا تَقْبَلُوا لَهُمْ شَهَادَةً أَبَدًا ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
Artinya: “dan orang-orang
yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak
mendatangkan empat orang saksi, Maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan
puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat
selama-lamanya”. (Q.SAn-nur ayat 4)
اضافة
وَإِن تَعُدُّوا نِعْمَتَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا ۗ
Artinya: “dan jika
kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya” (Q.S
Ibrahim ayat 34).
ال حرفية (alif lamharfiyah)
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِين
Artinya: “Sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik”.(Q.SAl-Baqarah ayat 195).
BAB III
PENUTUP
- SIMPULAN
‘Am menurut bahasa
artinya merata, yang umum,dan menurut istilah adalah Lafadz yang memiliki
pengertian umum, terhadap semua yang termasuk dalam pengertian lafadz itu.
Mazhab Hanafi
berpendapat bahwa dalalah al-'am merupakan dalalah qath'iyah sehingga takhshish
tidaklah terlalu penting. Sedangkan jumhur Syafi'iyah dan sebagian Hanafiyah
berpendapat dalalah al-'am bersifat zanni sehingga diperlukan takhshish. Untuk
itu, dapat diduga kuat, bahwa bagi kebanyakan Hanafiyah persoalan takhshish
tidak perlu dipakai sebagai ukuran menentukan qath'i-nya suatu nash.
Macam-macam Lafadz ‘Am
1.
كل ,جميع ,كا فة
2.
من, ما, pada
majaz
3.
من, ما, اين, dan متى untuk
istifham
(pertanyaan)
4.
اي
5.
النكرة بعد النفى
6.
اسم موصول
7.
اضافة
8.
ال حرفية (alif
lamharfiyah)
DAFTAR
PUSTAKA
Ahmad
WarsonMunawwir, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia, (Surabaya: Pustaka
Progressiff, 1997)
Nazar
Bakry, FiqhdanUshulFiqh, (Jakarta: PT RajaGrafindoPersada, 1996)
Departemen
Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahannya, Yayasan Penterjemah/ Pentafsiral-Qur’an
http://amalkampusbiru.blogspot.com/2012/09/makalah-ushul-fiqh-part1-am_19.html
Google
search,
http://ibestlala.blogspot.com/2011/12/ushul-fiqih-2-normal-0-false-false.html
Ahmad
WarsonMunawwir, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia, (Surabaya: Pustaka
Progressiff, 1997), 974.
Drs.
H. NazarBakry, FiqhdanUshulFiqh, (Jakarta: PT RajaGrafindoPersada, 1996), 185.
Departemen
Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahannya, Yayasan Penterjemah/ Pentafsiral-Qur’an,
32.
Ahmad
WarsonMunawwir, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia, (Surabaya: Pustaka
Progressiff, 1997), 974.
0 Response to "MAKALAH USUL FIQIH PEMBAHASAN AM'"
Post a Comment